Wakaf di Masa Rasulullah SAW: Jejak Awal Lahirnya Amal Jariyah Abadi

Bagi umat Islam, istilah wakaf mungkin akrab dengan pembangunan masjid, sekolah, atau lahan pemakaman. Namun, tahukah Anda bahwa jejak wakaf sudah ada sejak masa Rasulullah SAW, bahkan menjadi tonggak lahirnya amal jariyah yang terus mengalir hingga akhir zaman?
Di Madinah, Rasulullah SAW membangun peradaban dengan fondasi spiritual sekaligus sosial. Wakaf hadir sebagai salah satu instrumen penting. Ia bukan sekadar bentuk kedermawanan, tetapi sistem keberlanjutan: harta yang diwakafkan tidak habis digunakan, melainkan terus memberi manfaat dari masa ke masa. Salah satu kisah wakaf paling terkenal adalah wakaf kebun kurma milik sahabat Utsman bin Affan RA.
Saat kaum Muslimin kesulitan mendapatkan air bersih, di Madinah ada sebuah sumur yang dikuasai seorang Yahudi. Air sumur itu dijual dengan harga mahal. Rasulullah SAW mendorong sahabat yang mampu untuk membelinya demi kemaslahatan umat. Utsman pun tampil, membeli sumur itu, lalu mewakafkannya untuk kepentingan seluruh kaum Muslimin. Sejak itu, siapa pun bebas mengambil air tanpa biaya. Hingga kini, sumur Utsman tetap dikenal dan manfaatnya tidak pernah putus.
Kisah lain datang dari Umar bin Khattab RA. Ia mendapatkan sebidang tanah subur di Khaibar, sebuah aset berharga. Umar mendatangi Rasulullah SAW, menanyakan apa yang sebaiknya dilakukan. Nabi bersabda, “Jika engkau mau, tahanlah pokoknya, dan sedekahkan hasilnya.” Umar pun berwakaf: tanahnya tidak dijual dan tidak diwariskan, tetapi hasil panennya digunakan untuk fakir miskin, kerabat, dan kepentingan umat.
Jejak awal ini menunjukkan betapa Rasulullah SAW menata konsep wakaf dengan visi jauh ke depan. Beliau menanamkan kesadaran bahwa harta bukan hanya untuk dinikmati pribadi, melainkan bisa menjadi sumber kebaikan yang terus mengalir. Amal jariyah yang dijanjikan pahala abadi menemukan bentuknya dalam wakaf.
Hingga kini, nilai wakaf tetap relevan. Di Indonesia, wakaf berkembang dalam berbagai bentuk: tanah untuk masjid, lahan pertanian produktif, hingga wakaf tunai yang dikelola untuk pemberdayaan ekonomi. Semua itu merupakan lanjutan dari jejak Rasulullah SAW dan para sahabat, yang mengajarkan bahwa wakaf adalah investasi abadi di jalan Allah.
Wakaf mengajarkan satu hal penting: harta dunia hanyalah titipan, dan cara terbaik menikmatinya adalah dengan menjadikannya manfaat yang tak terputus. Seperti sumur Utsman dan tanah Umar, wakaf menjadi bukti bahwa kebaikan bisa hidup lebih lama daripada pemiliknya.

