Teladan Tauhid Nabi Ibrahim: Cinta Tertinggi Hanya untuk Allah

Di tengah masyarakat yang menyembah matahari, bulan, dan patung-patung buatan tangan mereka sendiri, berdirilah seorang lelaki muda yang berani berbeda. Ia tidak mengikuti arus, tidak takut dikucilkan, bahkan rela dibakar hidup-hidup demi satu hal: menjaga tauhid, menjaga bahwa hanya Allah yang layak disembah.

Dialah Nabi Ibrahim AS, sang Bapak Tauhid, yang menjadi teladan umat manusia tentang apa artinya mencintai Allah melebihi segalanya.

Tauhid — percaya bahwa hanya Allah satu-satunya Tuhan — bukan hanya ucapan di bibir bagi Ibrahim. Itu hidup dalam setiap detak jantungnya, dalam setiap keputusan besar dalam hidupnya. Ia mempertanyakan penyembahan berhala sejak muda. Ia menolak menyembah benda langit yang terbit dan tenggelam. Ia tahu, yang patut diagungkan hanyalah Allah Yang Maha Hidup, Maha Kekal.

Keimanannya bukan tanpa risiko. Ayahnya sendiri pembuat berhala, kaumnya fanatik terhadap tradisi. Tapi Ibrahim tak gentar. Ia hancurkan berhala-berhala itu, dan saat ditangkap, ia berkata lantang, “Tuhan kalian bukan ini. Tuhan yang sesungguhnya adalah Tuhan semesta alam.”

Apa balasannya? Api. Ia dihukum dibakar hidup-hidup. Namun bahkan dalam ancaman maut, tauhidnya tak goyah. Dan Allah membalas kesetiaan itu dengan keajaiban: api menjadi dingin dan menyelamatkan.

Tapi ujian tauhid Ibrahim belum selesai.

Bertahun-tahun ia menanti keturunan. Saat putranya, Ismail, lahir di usia senja, tentu cinta kepada anak itu begitu dalam. Tapi justru saat rasa cinta itu memuncak, datanglah perintah paling berat: sembelih anakmu karena Allah.

Dan sekali lagi, Ibrahim memilih tauhid. Ia tidak ragu. Cinta kepada Allah harus lebih besar daripada cinta kepada anak. Ia siapkan pisau, ia rebahkan putranya, dan nyaris menyembelih… sampai Allah menghentikannya.

Di sinilah puncak pelajaran tauhid itu: bahwa segala sesuatu dalam hidup ini — anak, harta, bahkan nyawa — harus siap dilepaskan demi Allah. Karena hakikatnya, semua ini hanyalah titipan.

Tauhid Ibrahim bukan sekadar keyakinan, tapi tindakan nyata. Ia tidak menyembah apa pun selain Allah, dan ia membuktikannya dengan pengorbanan-pengorbanan besar.

Dari Ibrahim, kita belajar bahwa mencintai Allah bukan hanya saat hidup tenang dan nyaman. Tapi justru saat harus memilih antara dunia atau Tuhan, Ibrahim menunjukkan bahwa hanya Allah yang patut menjadi yang utama dalam hati.

Sebuah teladan bagi kita semua: untuk menjadikan hidup ini bukan sekadar tentang memiliki, tapi tentang menyerahkan diri sepenuhnya kepada Yang Maha Memiliki.

Admin YNSU

Yayasan Nur Sedekah Umat (YNSU) adalah organisasi nir labar berbentuk yayasan di bidang sosial. Memiliki semboyan: "Menggalang Potensi. Menebar Manfaat. Berkontribusi untuk Negeri. Meraih Ridhlo Ilahi."

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *