Belajar Sabar dari Nabi Ismail: Ketika Hati Lebih Tenang dari Pedang

Pernahkah kita membayangkan, bagaimana rasanya jika suatu hari ayah kita datang dan berkata, “Nak, aku mendapat perintah dari Allah untuk menyembelihmu”? Reaksi apa yang akan muncul? Bingung, marah atau mungkin langsung berlari ketakutan?

Namun dalam sejarah yang luar biasa, ada satu anak yang justru menanggapi kabar menggetarkan itu dengan ketenangan hati dan keteguhan iman. Dialah Nabi Ismail AS, sosok pemuda penuh keberanian dan kesabaran, yang kisahnya abadi dalam sejarah qurban.

Kisah ini bermula saat Nabi Ibrahim AS mendapat perintah dalam mimpi untuk menyembelih anaknya sendiri. Mimpi itu bukan sembarang mimpi. Bagi para nabi, mimpi adalah wahyu. Dan Nabi Ibrahim, dengan iman yang luar biasa, tak ragu menyampaikannya kepada putranya yang sangat ia cintai: Ismail.

Yang mengejutkan bukan hanya isi perintah itu, tapi bagaimana Nabi Ismail meresponsnya.

Dengan lembut dan penuh hormat, Ismail berkata:
“Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu. Insya Allah, engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffat: 102)

Tidak ada penolakan, tidak ada air mata yang meminta ampun, bahkan tidak ada pertanyaan “kenapa aku?”. Justru yang terdengar adalah ketundukan total, kepercayaan penuh kepada ayahnya dan keyakinan bahwa perintah Allah pasti membawa kebaikan.

Inilah puncak kesabaran dan kepasrahan. Seorang remaja yang tidak hanya menerima nasib, tapi menyambutnya dengan ketegaran hati. Bagi Ismail, hidup atau mati bukan soal akhir, tapi soal ketaatan kepada Tuhannya.

Kesabaran Nabi Ismail bukan hanya tentang diam dalam menghadapi ujian, tapi tentang kesiapan menyerahkan segalanya karena cinta dan iman. Inilah pelajaran berharga bagi kita hari ini — di tengah zaman di mana sedikit keterlambatan atau ketidaknyamanan bisa memicu keluh kesah.

Kesabaran bukan berarti lemah. Justru, kesabaran adalah bentuk kekuatan paling murni. Ia menuntut kita menahan diri saat ingin marah, tetap tenang saat ingin menyerah, dan percaya pada Allah saat segalanya tampak tak masuk akal.

Dari Nabi Ismail, kita belajar bahwa sabar bukan menunggu keajaiban, tapi menjadi bagian dari keajaiban itu sendiri. Karena pada akhirnya, Allah tidak membiarkan pisau itu melukai. Allah gantikan Ismail dengan seekor domba. Bukan karena Allah ingin menyiksa, tapi karena Allah ingin menunjukkan bahwa ujian itu datang bukan untuk menyakitimu, tapi untuk mengangkat derajatmu.

Dan Ismail, si anak sabar, telah lulus dengan nilai tertinggi.

Admin YNSU

Yayasan Nur Sedekah Umat (YNSU) adalah organisasi nir labar berbentuk yayasan di bidang sosial. Memiliki semboyan: "Menggalang Potensi. Menebar Manfaat. Berkontribusi untuk Negeri. Meraih Ridhlo Ilahi."

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *